Senin, 05 Desember 2011

Melihat Akuntansi Forensik dari Kacamata KAP

Saya tidak yakin para auditor kita memiliki kemampuan akuntansi forensik, komentar Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto. Menurut Ahmadi, masih jarang akuntanIndonesia yang mendalami bidang yang satu ini.

Sayangnya, asosiasi profesi akuntan yang paling diakui ini juga belum melirik forensik sebagai bagian penting dari akuntansi. Kita belum lihat itu sebagai isu yang mendesak untuk kita berikan perhatian khusus, sambung Ahmadi.

Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto -salah satu KAP terpandang.

Ahmadi -setidaknya hingga saat ini- boleh saja masih mengecilkan profesi ini. Namun sebenarnya profesi ini banyak yang membutuhkan. Kalau memang berkompeten, silakan tawarkan jasa itu. Tapi kalau tak mampu, jangan dong. Makanya harus hati-hati, ujarnya.

Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia(PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Di kantornya, Widiana membawahkan divisi forensik.

Widiana secara terpisah mengakui pernyataan Ahmadi. Memang belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran, Spesialisasi di Indonesia tergolong baru. Masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.

Bermula dari Krisis
Widiana mencatat tahun 1997 adalah titik awal perkembangan genre ini. Krisis ekonomi kala itu membuat pemerintah meminta bantuan dari IMF dan Bank Dunia, ujar Widiana menerangkan. Lembaga internasional tersebut mengusung resep penyehatan perbankan, yang dikenal dengan istilah agreed-upon due dilligence process (ADDP). Formulasi ADDP ini sama halnya dengan audit investigasi.

Menurut Widiana, mulai saat itulah publik makin menuntut penuntasan kasus korupsi. Tingkat korupsi yang tinggi mendorong perkembangan profesi ini, imbuhnya. Widiana dengan bangga memberi contoh, pengungkapan kasus Bank Bali adalah prestasi kantornya. Kami sukses mengidentifikasi arus dana yang rumit, sambungnya.

Widiana meramalkan profesi ini bakal berkembang pesat ke depannya. Maklum, kini makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia. Konsekuensinya, selain mematuhi hukum di sini, mereka juga tetap memegang peraturan negara asalnya. Kalau tidak, mereka bisa terkena tuntutan denda dan pidana, tuturnya. Contohnya perusahaan asal Amrik. Negeri Paman Sam ini punya peraturan yang bertajuk US Foreign Corrupt Practices Act.

Kecakapan Komplet
Widiana berpendapat seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya.

Selain itu, Widiana menambahkan, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur, sambung Widiana.

Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif, sambung Widiana.

Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya.

Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.  

Minggu, 23 Oktober 2011

Akuntansi Sosialisasikan Konvergensi IFRS


Berita UMM



Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus melakukan kajian tentang perkembangan sistem pelaporan keuangan. Setelah mengadakan sosialisasi konsultan pajak bekerja sama dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Malang, Desember lalu, pekan ini Akuntansi kembali menggelar acara penting. Bekerjasama dengan Kementerian Keuangan RI, Akuntansi mengadakan sosialisasi dan Training of Trainer (ToT) International Finacial Reporting Standard (IFRS), Jumat (14/01), di ruang teater UMM Dome. Acara akan dilanjutkan Sabtu (15/01) di ruang sidang senat UMM.
            Ketua Pelaksana, Dra. Sri Wibawani, MSi., Ak, menjelaskan acara ini akan diisi oleh Setjen Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kemenkeu RI dan diikuti oleh ratusan peserta. Selain dosen dan mahasiswa UMM, peserta yang sudah konfirmasi hadir antara lain dari kalangan perguruan tinggi di Malang, perguruan tinggi Muhammadiyah se-Jatim, Pimpinan Wilayah Aisyiyah, serta mitra kerja yang selama ini bekerjasama dengan Akuntansi UMM.
            “Sosialisasi ini sangat penting mengingat tuntutan pelaporan keuangan sekarang harus merujuk pada standar internasional. IFRS merupakan standar pelaporan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang go public,” kata Sri Wibawani.
            Dengan demikian, kemampuan mengaplikasikan dan menganalisis IFRS merupakan sebuah keharusan. IFRS, menurut Wibawani yang juga dosen Akuntansi UMM ini, berpotensi akan membutuhkan tenaga ahli akuntan publik yang memahaminya. Untuk itu sosialisasi ini sangat penting bagi mahasiswa dan dosen.
            Wibawani menyontohkan, saat ini lembaga atau perusahaan bisa memilih berbagai metode pelaporan. Seperti, Entitas Tanpa Akuntansi Publik (ETAP) ataupun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), maupun Syari’ah. Namun bagi perusahaan yang akan go international maupun go public maka IFRS menjadi keharusan.
            Berbeda dengan PSAK, IFRS memiliki standar yang lebih rumit. Misalnya, dalam penghitungan aset, masih sering terjadi kesulitan apakan menggunakan penghitungan historical cost ataukah fair value. Namun menurut Wibawani, keunggulan IFRS adalah priciple based (berbasis subtansi), sedangkan PSAK rule based (berbasis aturan).
            Sebagai negara anggota G-20, Indonesia harus mulai mengkonvergensi IFRS pada tahun 2011-2012 ini. “Untuk itu kami berinisiatif mengenalkan IFRS ini lebih awal kepada publik, terutama kalangan sivitas akademika dan praktisi akuntansi publik,” beber Wibawani lebih lanjut.
Ke depan, prodi Akuntansi UMM juga akan menggelar kuliah umum dengan tema lain bekerjasama dengan Ikatan Akuntansi Publik Indonesia (IAPI). Rencananya HMJ Akuntansi akan menghelat acara ini pada akhir bulan Maret.(nas)
Sumber : http://www.umm.ac.id/id/umm-news-1782-akuntansi-sosialisasikan-konvergensi-ifrs.html

Senin, 17 Oktober 2011

Perbankan 2010 Diwajibkan Terapkan Standar Akuntansi Internasional


Jakarta ( Berita ) : Deputi Gubernur BI, Siti Fadjrijah mengatakan pihaknya akan mewajibkan penerapan Standar Akuntansi Internasional (IAS) 39 dan 32 bagi lembaga keuangan termasuk perbankan pada 2010 untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan.

“Kalau IAS sudah selesai pada 2009, maka bank yang sudah siap dapat menerapkan secara bertahap. Tapi diwajibkannya pada 2010. Nanti kita lihat penyelesaian dari IAS dulu,” kata Siti usai membuka sebuah seminar tentang sistem akutansi perbankan di Jakarta, Senin (7/05).
Menurut Siti, pihaknya juga segera menyiapkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) setelah selesainya pengadopsian IAS oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
“Kita akan kerjasama dengan IAI susun PAPI yang terkait dengan penilaian ‘fair value’. Begitu ini menjadi pedoman itu akan diterapkan oleh perbankan,” katanya.
Ia juga menjelaskan, pihaknya ingin memastikan standar akuntansi perbankan yang diterapkan perbankan akan dapat menjadi basis penghitungan keuangan yang efektif dan meningkatkan kedisiplinan pasar melalui laporan keuangan yang transparan.
Dia juga mengingatkan sistem akuntansi yang dapat meningkatkan stabilitas finansial adalah standar akuntansi yang sesuai dengan praktek manajemen resiko yang aman, standar akuntansi yang bisa memberikan proyeksi resiko ke depan, dan standar akuntansi yang bisa meningkatkan kepercayaan pasar dan tata kelola korporasi.
Sementara itu Ketua IAI, M Yusuf Wibisana mengatakan isu utama dalam penerapan IAS itu adalah penerapan ‘fair value, yang berbeda dari nilai pasar (‘market value’) karena komponen penghitungan yang berbeda.
“Kalau diterapkan di Indonesia, harus berhati-hati,” katanya. (ant)

International Accounting Standards and Accounting Quality

by: Mary Barth, Wayne Landsman dan Mark Lang
We compare characteristics of accounting data for firms that adopt International Accounting Standards (IAS) to a match sample of firms that do not to investigate whether reporting under IAS is associated with predictable differences in accounting quality and cost of capital. After IAS adoption, firms evidance less earnings management, more timely loss recognition, and more value relevance of accounting quality after adoption than before suggesting that IAS adoption is associated with an improvement in accounting quality. While more speculative, our result also provide weak evidance that IAS adoption firms may enjoy lower cost of capital after adoption than non-adoption firms, and a reduction in cost of capital following adoption. Overall, our result suggest an improvement in accounting quality associated with IAS adoption.
Artikel lengkap dapat didownload disini -> IAS and Accounting Quality